Hukum dagang
Hubungan hukum perdata dengan hukum dagang
Hubungan hukum perdata dengan hukum dagang dapat dikatakan saling berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga tidak terdapat perbedaan secara prinsipil antara keduanya. Hal ini dapat dibuktikan di dalam Pasal 1 dan Pasal 15 KUH Dagang.
Sementara itu, dalam pasal 1 KUH Dagang disebutkan bahwa KUH Perdata seberapa jauh dari padanya dalam kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.
Kemudian, di dalam pasal 15 KUH Dagang disebutkan bahwa segala persoalan tersebut dalam hal ini dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan, oleh kitab ini, dan oleh hukum perdata.
Dengan demikian , berdasarkan pasal 1 dan pasal 15 KUHD dapat diketahui kedudukan KUH Dagang terhadap KUH Perdata. Pengertiannya, KUH Dagang merupakan hukum yang khusus, sedangkan KUH Perdata merupakan hukum yang bersifat umum, sehingga berlaku suatu asa lex specislis derogate legi genelari, artinya hukum yang khusus dapat mengesampingkan hukum yang umum.
Berlakunya hukum dagang
Sebelum tahun 1938, hukum dagang hanya mengikat kepada para pedagang saja yang melakukan usaha dagang. Kemudian, sewjak tahun 1938 pengertian perbuatan dagang menjadi lebih luas dan dirubah menjadi perbuatan perusahaan yang mengandung arti menjadi lebih luas sehingga berlaku bagi setiap pengusaha ( perusahaan ).
Sementara itu, tidak satu pun para sarjana memberikan pengertian tentang perusahaan , namun dapat dipahami dari beberapa pendapat, antara lain menurut hukum, menurut mahkamah Agung, menurut Molengraff, dan menurut undang-undang Nomor 3 Thun 1982.
1. menurut Hukum
perusahaan adalah mereka yang melakukan sesuatu untuk mencapai keuntungan dengan menggunakan banyak modal ( dalam arti luas ) , tenaga kerja, dan dilakukan secara terus menerus , serta terang-teranagn untuk memperoleh penghasilan dengan cara memperniagakan barang-barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.
2. menurut Mahkamah Agung ( Hoge Raad )
perusahaan adalah seseorang yang mempunyai perusahaan jika ia berhubungan dengan keuntungan keuangan dan secara teratur melakukan perbuatan yang bersangkut-paut dengan perniagaan dan perjanjian.
3. menurut Molengraff
perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menurus, bertindak ke luar untuk memperoleh penghasilan dengan cara memperdagangkan, menyerahkan barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.
4. menurut Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982
perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus, didirikan dan bekerja, serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar